Turki sebenarnya adalah negara terakhir yang saya kunjungi dalam perjalanan saya ke Eropa. Namun saya agak tidak rela kalau Turki disebut Eropa, karena sebagian wilayah Turki masuk dalam wilayah Asia. Namun, apalah artinya benua? Bukankan benua Eropa, Asia, dan Afrika sebenarnya hanyalah satu daratan raksasa?
"Jika bumi adalah satu negara, maka Istanbul adalah ibukotanya" demikian kata Napoleon Bonaparte.
Istanbul berdiri bangga dengan sejarahnya yang pernah menjadi ibukota negara-negara besar dunia. Ia pernah dinamai Byzantium dan Konstantinopel saat menjadi ibukota kerajaan Romawi. Lalu menjadi Istanbul setelah Turki ditaklukkan Ottoman pada abad ke-15. Istanbul juga menikmati posisi yang unik, sebelah kakinya berdiri di benua Eropa (sisi Thracia) dan sebelah kakinya di benua Asia (sisi Anatolia), dipisahkan dengan selat Bosphorus di tengah-tengahnya.
Mengunjungi Istanbul berarti mengunjungi Hagia Sophia. Monumen simbolik yang sayangnya kurang terawat ini, awalnya ketika didirikan pada Abad ke-5 adalah sebuah gereja. Ketika Istanbul diambil alih oleh Ottoman tahun 1453, gereja ini dialihfungsikan menjadi masjid. Setelah Turki dikuasai oleh pemerintahan sekuler tahun 1923, Hagia Sophia diubah menjadi museum.
Karena sejarahnya ini, Hagia Sophia adalah tempat unik di mana kita bisa menyaksikan ada mimbar imam yang di atasnya terdapat lukisan Maria dengan Jesus (lukisan ini masih utuh karena orang Ottoman tidak merusaknya melainkan menutupnya dengan plaster). Saya sih antara kagum dan sedih, sungguh sayang tempat ini malah cuma jadi tontonan bukan tempat ibadah...
Tidak jauh dari Hagia Sophia terletak Masjid Biru, nama populer dari Masjid Sultan Ahmed. Dipanggil Masjid Biru, tidak lain karena interior masjid yang didominasi keramik dan cat warna biru. Lalu ada juga Suleymaniye Mosque, yang dibangun oleh Suleiman the Magnificent, konon untuk menyaingi Hagia Sophia. (Di kedua masjid ini, lampu gantung yang menerangi masjid digantungi dengan telur-telur burung unta, katanya sih untuk mencegah sarang laba-laba. Nah, silakan dicoba di rumah...)
Tempat yang wajib dikunjungi selanjutnya adalah Istana Topkapi, istana kediaman keluarga kerajaan Ottoman dari pertengahan abad ke 15 hingga abad ke-17. Istananya sendiri tidak terlalu mewah, tapi pemandangannya yang lepas ke Selat Bosphorus dan Laut Marmara, benar-benar spektakuler.
Istanbul juga tempat belanja yang mengasyikkan, karena harga di sini bisa dibandingkan dengan Jakarta. Barang-barangnya unik, orisinal (tidak semuanya made in China, hehehe) dan harganya sangat terjangkau; Turki termasuk negara 'murah'. Meskipun kaya dengan sumber alam dan orang-orang yang cerdas, Turki sempat terhantam krisis ekonomi yang sedemikian parah hingga dalam kurun 1996-2001 nilai tukar Turkish Lira melemah hingga 15 kali lipat! Tahun 2005, Turki mengenalkan mata uang baru, New Turkish Lira (hehehe, nggak kreatif ya...) yang nilainya 1 juta kali nilai mata uang yang lama. Jadi, kalau di tahun 2004 kita bisa membeli sandal jepit seharga 2 juta Lira, di tahun 2005 cukup 2 Lira saja. Ngomong-ngomong, 2 juta Lira di tahun 2004 itu nilainya kurang lebih 14 ribu rupiah. Nah lo, ada juga ya yang lebih parah dari Indonesia...(jangan bangga..!)
Salah satu tempat yang menyenangkan untuk jalan-jalan di Istanbul, terutama karena suasananya yang orisinal, adalah Kapalicarsi (grand bazaar). Sebagai turis yang wajib membawa oleh-oleh, saya juga membeli coffee set khas Turki, Turkish sweets, dan jaket kulit dengan kualitas sangat bagus di sini. Harga sangat reasonable. Para penjualnya juga sangat ramah, bahkan pakai acara menyuguh teh segala, sehingga kadang kita harus melarikan diri sebelum diangkat anak (hehehe...).
Meskipun Istanbul sangat menarik, saya sudah agak kecapekan jalan-jalan. I needed a vacation from my vacation, and that's why I was heading to Antalya!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments