Oman: Musandam, Padang Pasir, Batu, dan Lautan

Salah satu tempat paling menawan di Oman adalah Musandam, sering disebut 'the norway of Arabia', karena landscape-nya mirip fjords di negara skandinavia itu. Di sinilah laut terperangkap di antara gunung-gunung batu yang tinggi dan terjal, membentuk teluk sempit dengan pemandangan spektakuler.

Hari itu saya berkendara keluar Dubai menuju ke Musandam. Baru sebentar keluar dari kota Dubai, pemandangan berubah drastis dari metropolis yang dikelilingi padang pasir berdebu dan membosankan, menjadi padang pasir yang cantik kemerahan. Saat itu masih musim sejuk di Dubai, jadi padang pasir kemerahan itu dipenuhi kendaraan 4x4 yang sedang offroad, desert motorcycles, juga unta-unta yang selalu terlihat keheranan.
Tidak lama kemudian, padang pasir kemerahan menghilang dari pandangan dan pemandangan diganti oleh savana-savana datar serta gunung-gunung batu di cakrawala. Puluhan keluarga asyik berpiknik, ada yang sekedar duduk-duduk di atas tikar, ada yang membawa tenda, bahkan generator. Bukan rahasia lagi kalau orang Arab menyukai piknik dan barbeque; begitu cuaca membaik mereka pasti akan langsung berduyun-duyun keluar.

Satu jam berkendara dari Dubai, saya pun tiba di perbatasan Oman. Saya beruntung karena check-point tidak terlalu penuh (konon di hari-hari libur tertentu kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekedar melintasi perbatasan).
Lepas dari check point, udara laut yang segar dan pemandangan pantai yang luar biasa indah langsung sudah terlihat. Gunung-gunung batu membentuk tebing-tebing tinggi dengan berbagai corak dan warna, langsung bertemu dengan laut yang biru dan bersih tak bercela. Burung-burung camar bertebangan dan berteriak ramai. Wah, jalannya saja sudah bagus, apalagi Musandam-nya?

Saya pun tiba di Khasab, kota yang terletak di jantung Musandam. Kotanya sendiri kecil sekali, lebih mirip kampung. Suasananya sangat damai, tenang, dan tradisional; benar-benar sangat kontras dengan Dubai yang cuma 2 jam jauhnya. Saya pun menghabiskan sore dengan menikmati matahari terbenam di salah satu teluknya Khasab.

Esoknya saya bangun pagi sekali supaya tidak ketinggalan matahari terbit. Saya pun berkendara ke salah satu titik tertinggi di Khasab dan sibuk memotret pemandangan yang luar biasa indahnya. Kemudian saya menuju ke salah satu restoran lokal, membeli roti dan keju ala India (yes, Indian! soalnya banyak sekali pendatang India di sini dan cuma mereka yang rela bangun pagi-pagi sekali untuk buka toko). Sarapan pun saya nikmati di pantai dengan pemandangan yang fantastis, ditemani beberapa ekor kambing yang siap menghabiskan apapun yang saya sisakan ... apa lagi yang bisa lebih mewah dari ini....

Saya pun berputar-putar sebentar di Khasab yang pagi-pagi sudah dipenuhi kambing berjalan tenang di sana-sini. Saya juga sempat mengunjungi museum Khasab, yang tampaknya jarang sekali dikunjungi orang. Museum ini dulunya benteng sekaligus tempat tinggal. Cuma ada dua orang yang bekerja di museum ini, penjaga pintu sekaligus guide dan penjaga toko cendera mata (yang ternyata suami istri, hehehe... enak betul..). Mereka ramah sekali dan jelas sangat excited menerima kedatangan saya. Bahkan saya boleh masuk gratis.

Saat mengisi bensin (yang ternyata lebih murah ketimbang di Dubai), seorang local menyarankan saya untuk pergi ke Khor Al-Najd. Khor artinya air yang terperangkap daratan.
Karena tidak punya rencana, saya pun langsung menuju Khor Al-Najd. Sebenarnya salah satu kegiatan favorit turis di Musandam adalah menaiki kapal untuk melihat lumba-lumba. Namun karena pagi itu begitu dingin menggigit, ide untuk berangin-angin di atas kapal kurang menarik hati saya.
Mengikuti petunjuk si local, saya berkendara sedikit keluar Khasab, lalu menaiki sebuah bukit terjal yang kering dan tidak menarik. Saya mulai bertanya-tanya, bener nggak nih? Begitu mencapai puncak, saya melihat dua mobil parkir dan beberapa orang duduk di puncak. Saya pun ikut parkir dan berjalan ke puncak. Di situlah saya pertama melihat Khor Al-Najd, pemandangan yang sedemikian indah sehingga menjadikan saya speechless. Ternyata al-Najd adalah teluk kecil berair biru kehijauan dan sangat tenang, diapit oleh bukit batu terjal di ketiga sisinya. Saya pun bergabung dengan orang-orang, terpaku, terdiam, menikmati keindahan Khor Al-Najd.


Puas menikmati Khor Al-Najd dari atas, saya pun berkendara turun bukit menuju teluk cantik itu. Saya berfoto-foto dan bermain air sebentar di situ, sambil merencanakan kunjungan selanjutnya. Besok kalau datang lagi, saya berencana berkemah dan menginap di sini serta membuat api unggun...!

3 comments

  1. saya tidak bs membayangkan bagaimana dulu saat belum ada kamera. kita tidak bisa mengabadikan keindahan ciptaan-nya.
    liputan traveling yang bagus nih...

    ReplyDelete
  2. wow.....
    excited sekali bisa menjumpai keindahan sudut2 dunia, salut sekali
    lama sekali browsing mencari sosok candra dimana? aku yakin pasti asyik dg dunianya
    sukses yaa ndra

    dari rini rahmawati

    ReplyDelete
  3. candraaaaaaaaaa
    hihihi... nemu dirimu juga akhirnya. masih kaya dulu ya ndraaa. jalan-jalan dan makan-makan. hidup wisata kuliner!

    ReplyDelete