The Girls: Stress & The City

Saya dan teman grubyak-grubyuk saya tidak punya banyak kesamaan kecuali sama-sama perempuan, sama-sama pendatang di kota ini, sama-sama sering tenggelam dalam pekerjaan, sama-sama in the end of our twenties, dan sama-sama single (wah, ini sih banyak kesamaan kali ya..) Untuk melindungi oknum-oknum, saya terpaksa menyamarkan nama-nama mereka. Tapi deskripsinya kurang lebih akurat...

Fatma, cewek mesir yang juga master nuclear engineering ini, adalah si tomboy teman kesayangan saya. Terutama karena kami sama-sama doyan makan dan nggak bisa clubbing. Kalau ngomong ceplas-ceplos dan lucu setengah mati. Pikirannya selalu ngeres dan karena itu misi utamanya adalah mencari suami part time yang cuma datang hari Kamis (maklum hari lainnya dia sibuk, nggak ada waktu!). Ngerokoknya kuat sekali, dan walaupun saya sudah berkali-kali menasihati dia supaya at least mengurangi, mana mau lah dia dengerin! Saat ini Fatma lagi diet ketat gara-gara habis naik berat badan 15 kilo. Repotnya, dia bersumpah sampai beratnya mencapai normal, dia nggak bakal beli baju baru. Walhasil tiap hari saya melihat dia dengan jilbab, baju, dan jeans yang sama...

Rana, asal Mesir juga, super feminin dan dewasa, walaupun dugemnya rajin, surprisingly solatnya rajin juga. Saat ini dia punya bos yang banyak tuntutan, jadi dia paling sering kena ejekan karena kerja saat weekend ataupun pulang kantor malam-malam.

Maryam, Algerian, perfectionist & classy. Barang-barangnya serba bermerek. Bener-bener teman shopping yang sempurna; soalnya dia selalu belanja gila-gilaan, jadi saya nggak terlalu merasa berdosa kalau belanja gila-gilaan juga, hehehe...

Leena, dari Pakistan, punya chemistry banget dengan Fatma karena sama-sama suka berpikir jorok. Kerjanya dugem melulu, with or without anybody! Walaupun dia paling tua di antara kami, cuma dia yang selalu distop di pintu club, karena dicurigai masih di bawah 18 tahun.

Dari keempat teman saya ini, hobi mereka yang paling menarik adalah sama-sama suka mengutuk laki-laki dari bangsanya sendiri. Fatma sudah bersumpah darah nggak akan kawin dengan orang Arab apalagi orang Mesir, karena menurutnya mereka cemburuan, munafik, dan nggak mau tahu keinginan wanita (Rana mengangguk-angguk sambil menambahkan kalau laki-laki Mesir tukang bohong dan sombong). Leena dengan berapi-api nimbrung kalau jangan pernah kawin dengan laki-laki Pakistan, karena mereka bermuka dua, munafik juga, dan selalu punya double standard. Ia malah menambahkan kalau bisa pingin ganti passport saking eneknya jadi orang Pakistan.
Saya cuma ketawa-ketawa mendengar cerita emosional mereka. Ternyata jadi perempuan Indonesia enak juga, soalnya laki-laki Indonesia baik-baik (sebagian besar lah...)

Si Fatma langsung menyahut kalau dari dulu dia pingin kawin dengan laki-laki Indonesia atau Malaysia, karena terkesan dengan tindak-tanduk mereka yang tengah belajar di Al-Azhar University yang dekat rumahnya. Satu hal yang dia ragukan tentang laki-laki Indonesia atau Malaysia adalah masalah ukuran (..sssh! maksudnya tinggi badan, soalnya Fatma ini lumayan tinggi...hehehe)

Kami berencana traveling ke Maroko dan Spanyol bulan September nanti. Kami sendiri nggak terlalu yakin kalau rencana ini bakal mulus, masalahnya kami semua bekerja dan who knows what comes up. Tapi paling tidak saya dan Fatma (insha Allah) pasti berangkat: kami berencana makan gila-gilaan dan jalan-jalan ke seluruh pelosok Fez, Tangiers, dan Barcelona. That will be FUN!

No comments