Itali: Venice, Ratu Laut Adriatik



Kota yang sering disebut paling romantis di dunia ini memang keindahannya sulit dilukiskan dengan kata-kata. Sepuitis apapun cerita tentang Venice, tidak ada yang lebih romantis dari menyusuri liku-liku kota yang dibangun di atas air ini. Kanal-kanal yang berwarna biru toska, bangunan-bangunan cantik yang menghiasinya, suara musik klasik yang samar-samar terdengar, dan sejarahnya yang terbentang lebih dari seribu tahun. Marco Polo, Casanova, dan Vivaldi hanyalah sedikit dari tokoh-tokoh yang lahir dan tinggal di sini.


Sebuah sudut tenang di Venice
Sejarah Venice dimulai sekitar abad ke-5 Masehi. Kota ini berkembang menjadi pusat perdagangan karena letaknya yang strategis dan pada akhir abad ke-13, sudah menjadi salah satu kota terkaya di Eropa. Pada masa ini, keluarga - keluarga yang berpengaruh di Venice berlomba - lomba membangun istana - istana terindah serta mendanai seniman - seniman paling berbakat. Venice kadang disebut Ratu Laut Adriatik, salah satu kota paling romantis di Eropa, bahkan salah satu kota terindah di dunia.

Namun setelah melalui masa keemasan selama berabad-abad, Venice mulai mengalami kemunduran di abad ke-15. Selain karena ditemukannya rute baru ke India dan perang dengan Ottoman, juga karena wabah pes yang membunuh sepertiga warganya di awal abad ke-17.

Saya mengunjungi Venice pada bulan November yang sudah termasuk lumayan dingin. Enaknya, walaupun dingin, pada bulan - bulan ini Venice sudah nggak terlalu ramai dan harga - harga pun nggak terlalu mahal. Kalau pas musim panas, cuaca di Venice bisa panas dan lembab banget, belum lagi jumlah turisnya dahsyat.

Perayaan Festa della Madonna della Salute
Begitu tiba di stasiun kereta  St.Lucia, kami langsung menaiki vaporetto (bis air) menuju ke hotel. Niat untuk menuju ke hotel dengan water taxi dibatalkan karena mahal banget: 80 Euro (lebih dari 1 juta rupiah) padahal deket banget! Teman saya ketawa terbahak-bahak melihat tampang takjub saya "Kamu kira ini Jakarta apa?"

Setelah menyusuri Grand Canal yang membelah Venice, kami turun dari vaporetto dan menyusuri jalanan Venice menuju ke hotel. Jalan-jalan ini lebih mirip gang senggol,benar-benar nggak bisa dilewati kendaraan apapun termasuk sepeda. Kami melintasi rumah-rumah tua yang indah dengan bunga warna-warni di balkon, jendela-jendela cantik, dan setiap beberapa langkah kami selalu melintasi jembatan menyeberangi kanal kecil berair biru toska. Venice benar-benar dibangun di atas air; setiap bangunan di sini didirikan di atas balok-balok kayu yang terendam air laut, bertumpu pada lapisan tanah keras di dasar laguna.
Hari itu tepat dengan Festa della Madonna della Salute, memperingati kejadian di tahun 1630 ketika para penduduk Venice berdoa pada Santa Maria untuk menyembuhkan wabah penyakit yang merajalela. Kami sempat melewati Basilika Santa Maria della Salute yang berada di Grand Canal, dipenuhi pengunjung yang berdesakan untuk mengikuti perayaan ini.

Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Piazza San Marco, public square terbesar dan paling
terkenal di Venice. Piazza ini sempat banjir besar sekitar 2 minggu sebelum saya datang, tapi saat itu sudah kering dan sama sekali nggak ada bekas banjirnya. Acqua alta alias banjir adalah hal yang wajar di sini, terlebih saat badai di laut Adriatik atau hujan kelewat deras.
Ratusan burung merpati beterbangan di Piazza San Marco, mungkin sama jumlahnya dengan turis yang sedang menikmati pemandangan. Di sebelah timur piazza, berdiri San Marco Basilica, di pojoknya berdiri Campanile (tugu jam milik basilika), sedangkan ujung selatan piazza terbuka ke arah laguna.

Interior San Marco Basilica (credit: www.medievalart.com)
Puas menikmati suasana di piazza, kami pun memasuki San Marco Basilica, gereja yang menjadi lambang kekayaan Venice. Setelah mengunjungi belasan gereja  di Eropa, kami agak setengah hati memasuki San Marco Basilica. "Oh, gereja lagi nih..."
Tapi ternyata anggapan itu salah banget. Begitu berada di dalam San Marco Basilica, seketika kami terkagum-kagum melihat interiornya. Tidak seperti umumnya gereja di Itali yang dihiasi dengan lukisan atau fresco di dinding dan atapnya, San Marco Basilica dihiasi dengan mosaic indah yang terbuat dari emas, perunggu, dan berbagai batu mulia. Karena inilah San Marco Basilica sering disebut Chiesa d'Oro: Gereja Emas.
 

Gondola di Grand Canal Venice
Snack di pasar malam Venice
Persis di belakang San Marco Basilica, menghadap ke laguna, adalah Doge's Palace (Palazzo Ducale). Istana ini dulunya adalah kediaman Doge, pemimpin utama Venice di masa lalu, pusat pemerintahan, juga gedung pengadilan. Untuk memahami sejarah Venice, tempat ini menarik banget untuk dikunjungi, tapi selain itu arsitektur dan koleksi lukisannya memang cakep banget untuk dikagumi.

Selanjutnya, untuk mengitari Venice, kami cukup berjalan kaki ke mana - mana. Kami mengunjungi berbagai gereja (Santa Maria della Salute, San Giorgio Maggiore,..), museum, palazzo (istana pribadi), jewish ghetto, hingga pasar dan kasino. Setiap sudut selalu menarik dan unik, bahkan bolak-balik tersesat sampai gempor pun kami nggak keberatan. Entah bagaimana, semua kanal di Venice airnya berwarna biru toska dan nggak berbau. Kok bisa ya?

Selain dengan berjalan, ada lagi satu cara menyusuri Venice yang cukup terjangkau, yaitu dengan naik vaporetto (bus air) yang merupakan kendaraan umum. Harga tiketnya sekitar 7.5 euro untuk akses selama 1 jam, atau 20 euro untuk akses seharian penuh. Jalur vaporetto favorit turis adalah #1, karena melintasi semua landmark menarik sepanjang Grand Canal termasuk  Ca’ d’Oro palazzo, Gallerie dell'Academia, palazzo Ca'Rezzonico, basilika Santa Maria della Salute dan jembatan Rialto.

Perlukah naik gondola? Saya sih nggak menyarankan banget. Harganya mahal (80 euro untuk 40 menit), sementar pengalamannya nggak terlalu menarik. Mendingan budgetnya dipakai buat makan di salah satu restoran yang enak, atau nonton konser musik klasik! Setiap hari, selalu ada konser atau resital musik klasik yang menarik di Venice, coba lihat jadwalnya di www.musicinvenice.com. Tapi kalau bisa, cobalah booking jauh-jauh hari untuk mendapatkan tempat di teater legendaris di Venice, Teatro La Fenice.

Beberapa hari menjelajahi Venice sampai pegel, puas sudah deh. Kami pun menaiki vaporetto, melintasi Grand Canal dengan airnya yang biru toska untuk menuju airport. Tujuan selanjutnya: Barcelona!

No comments